Jumat, 15 Februari 2013

Lahirnya Aji Batara Agung Dewa Sakti (Raja Kutai Kartanegara Pertama)

Tersebutlah didalam hikayat kutai,bahwasanya petinggi jaitam layar dengan istrunya tinggal disebuah gunung,ditempat mana mereka membuka sebuah kebun untuk keperluan hidupnya sehari hari,puluhan tahun mrk hidup sebagai suami istri,namun dewa di kayangan belum juga menganugerahkan seorang anak pun sebagai penyambung dari keturunan mereka untuk memerintahkan negeri jaitan layar ini,sering petinggi jaitan layar bertapa bersama istrinya,menjauhi kerabat dan rakyatnya,memohon kepada dewata untuk mendapatkan anak. | pada suatu malam,ketika mereka sedang tidur dengan nyenyaknya,terdengar suara diluar yang begitu gegap gempita hingga menyentakkan dari tidur di peraduan,mereka pun bangkit membuka pintu untuk melihat apa gerangan yang terjadi di luar rumah..nampaklah oleh mereka sebuah batu besar yang melayang dari udara menghempas ketanah, suasana malam yang tadinya gelap gulita kini menjadi terang benderang seakan akan bulan purnama sedang memancar. terkejut melihat batu dan alam yang terang benderamg itu, petinggi beserta istrinya segera masuk kembali kedalam rumah serta menguncinya dari dalam,dari dalam rumah,mereka mendengar ada suara yang menyarunya..”sambut mati babu. tiada sambut mati mama” sampai tiga kali suara ini didengar oleh petinggi jaitan layar,dan ahirnya dengan rasa cemas dijawabnya juga..”ulur mati lumus, tiada diulur mati lumus”  “..sambut mati babu, tiada di sambut mati mama..”kembali suara itu terdengar. “ulur mati lumus,tiada diulur mati lumus..jawab si petinggi dan terdengarlah gelak tawa dari luar rumah sambil berkata..”barulah ada jawaban dari tutur kita, mereka yang diluar rumah itu agaknya sangat gembira sekali,karena tutur katanya mendapatkan jawaban. petinggi jaitan layar pun tidak merasa takut lagi dan kemudian keluar bersama istrinya mendatangi batu itu yang ternyata adalah sebuah raga emas, raga emas itu lalu dibuka dan betapa terkejutnya petinggi beserta istrinya tatkala melihat didalam nya terdapat seorang bayi yang diselimuti lampin berwarna kuning,tanganya sebelah memegang sebuah telur ayam,sedang tangan lainya memegang keris dari emas,keris mana merupakan kalang kepalanya. pada saat itu,menjelmalah tujuh orang dewa yg telah menjatuhkan raga emas itu,mereka mendekati petinggi jahitan layar dengan muka yang gembira,memberi salam..dan salah seorang dewa itu menyapa petinggi..”berterima kasihlah kepada dewata ,karena doamu dikabulkan untuk mendapatkan anak,meskipun tidak melalui rahim istrimu..bayi ini adalah turunan dewa dewa,karena itu jangan ia dipelihara seperti anak manusia biasa..” dewa juga berpesan agar bayi keturunan dewa ini jangan diletakkan di sembarang tikar,tetapi selama 40 hari 40 malam..bayi ini harus dipangku berganti ganti oleh para kerabat petinggi..dan bilamana engkau memandikan anak ini,maka jangan lah dengan air biasa,alkan tetapi dengan air yg sudah diberi bunga wangi..” dan bilamana anakmu sudah besar..janganlah ia menginjak tanah,setelah di adakan erau {pesta} dimana pada waktu itu kaki anakmu ini harus diinjakkan pada kepala manusia yang sudah mati,selai itu kaki anakmu ini diinjakkan pula pada kepala kerbau hidup dan kerbau mati..demikian pula bilamana anakmu ini untuk pertama kalinya ingin mandi ketepian,maka hendakklah engkau terlebih dahulu adakan upacara erau sebagai mana upacara pada pijak tanah..” setelah pesan tersebut di dampaikan..oleh salah seorang dewa,maka ketujuh  dewata itu naik kembali kelangit,petinggi dan istriya dengan penuh rasa bahagia membawa bayi itu masuk kerumah,bayi ini bercahaya laksana bulan purnama wajahnya,indah tiada tandiinganya..siapa memandang akan bangkit kasih sayang terhadap bayi ini..akan tetapi istri petingi susah hatinya,karena payudaranya tidak dapat meneteskan air susu,apa yang bisa diharapkan nya lagi dari seorang perempuan yg sudah tua untuk menyusui anaknya..?  ahirnya petinggi jaitan layar memakar dupa dan setanggi serta menghamburkan beras kunig sambil memanjatkan doa kepada dewa agar memberikan karunia kepada istrinya supaya tetekya bisa mengaandung airsusu yg wangi..setewlah selesai berdoa,terdengar suara dari langit..” wahai nyai jaitan layar..usap usaplah tetekmu dg tangan berulang ulang hingga terpancar air susu dari tetekmu ” mendengar perintah ini,isteri petinggi jaitan layar segera mengusap usap teteknyas sebelah kanan,dan pada waktu sampai 3x dia berbuat demikian..tiba tiba keluarlah air susu dengan derasnya,lagi wangi baunya..maka bayi itu pun mulai dapat diberikan air susu dari tetek isterinyha,kedua suami istri itu sangat bahagia melihat bagaimana anak keturunan dewa mulai bisa menyusu.. sesudah 3 hari 3 malam,tanggalah tali pusar dari bayi itu,maka semua penduduk jaitan layar pun bergembira..meriam “sapu jagag” di tembakkan sebanyak 7x selama 40 hari 40 malam ,dan bayi itu di pangku silih berganti dan dipelihara secermat cermatnya..selama itu juga telor yg sudah menetas menjadi seekor ayam jago makin besar dg suara kokoknya yg lantang.. sesuai dg petunjuk para dewa,maka anak tersebut di namakan aji batara agung dewa sakti,pada waktu batara agung berumur 5 tahun,maka sukarlah dia ditahan untuk bermain didalam rumah saja,ingin dia bermain di halaman ,di alam bebas dimana dia dapat berlari larian,berkejar kejaran dan mandi di tepian..maka petingi jahitan pun mempersiapkan upacara pijak tanah,dan upacara erau,mengantarkarkan sang anak mandi ke tepian untuk pertama kalinya,40 hari 40 malam di adakan pesta..dimana disediakan makanan dan minuman untuk penduduk,gamelan gajah perwata ditabuh siang dan malam,membuat suasana bertambah meriah,berbagai ragam ketangkasan dipertunjukkan silih berganti.. sesudah erau di laksanakan 40 hari 40 malam,maka bermacan binatang baik betina maupun jantan disembelih,,disamping itu juga petinggi  jahitan layar tidak melupakan pesan dari dewa,yaitu agar memmbunuh beberapa orang baik laki laki ataupun perempuan untuk diinjak kepalanya oleh batara agung pada upacara pijak tanah.. kepala kepala binatang dan manusia itu di selimuti dg kain kuning,aji batara agung dewa sakti di arak dan kemudian kaki nya dipijakkan kepada kepala 2 binatang dan manusia itu… kemudian aji batara diselimuti dg kain kuning,lalu di arak ke tepian sungai,di tepian sungai aji batara agung di mandikan,dimana kakinya dipijakkan bertutrut turut pada besi dan batu,semua penduduk jaitan layar kemudian ikut mandi..baik wanita maupun laki2 baik tua maupun yg muda.. setelah selesai upacara mandi,maka halayak mambawa kembali aji batara agung kerumah orang tuanya,dimana dia diberi pakaian kebesaran,,kemudian dia di bawa ke halaman kembali dg dilindungi payung agung,diiringi dg lagu gamelan gajah perwata dan bunyi meriam sapu jagad… tiba tiba guntur berbunyi dg dahsyatnya..menggoncangkan  bumi,dan hujan panas turun merintik,namun keadaan demikian tidak berlangsung lama,karena kemudian cahaya cerah kembali datang menimpa alam,awan dilangit bergulunu gulung seakan akan memayungi penduduk yg sedang mengadakan upacara bumi.. penduduk jaitan layar kemudian membuka hamparan dan kasur agung,dimana aji batara agung di suruh berbaring..upacara selanjutnya ialah gigi aji batara agung di asah kemudian disuruh makan sirih,  sesudash upacara selesai..maka pesta pun di mulai dg mngadakan makan dan minim kpd penduduk,bermacam macam permainan ditunjukan,lelaki dan perempuan menari silihberganti..jg tdk ketinggalan di adakan adu binatang,keremaian ini berlaku selama 7 hari 7 malam,dg tdk putus putusnya..bilamana selesai keramaian ini,maka segala bekas balai balai yg digunakan  untuk pesta dibagi bagikan oleh petinggi jaitan layar kpd penduduk miskin,demikian pula semua hiasan rumah,oleh nyai jahitan layar dibagi bagikan pula pada rakyat..dg selesainya pesta ini,semua pamit  kpd petinggi dan kpd aji batara agung sakti,mrk memuji muji  batara agung dg kata kata..selesai pesta ini,maka kehidupan di negri panjaitan layar berjalan seperti biasa kembali,msng msng pnddk mlksnkn pekerjaan sehari hari,mencari nafkah  dg aman..smntara aji batara agung dewa sakti makin hari makin dewasa,makin gagah,tampan berwibawa,kelak akan menjadi raja pertama dari kerajaan kutai kartanegara 

mitilogi kutai,cerita ini di ambil dari halaman kutai kartanegara.com

Legenda Naga Erau dan Putri Karang Melenu

Pada zaman dahulu kala di kampung Melanti, Hulu Dusun, berdiamlah sepasang suami istri yakni Petinggi Hulu Dusun dan istrinya yang bernama Babu Jaruma. Usia mereka sudah cukup lanjut dan mereka belum juga mendapatkan keturunan. Mereka selalu memohon kepada Dewata agar dikaruniai seorang anak sebagai penerus keturunannya.

Suatu hari, keadaan alam menjadi sangat buruk. Hujan turun dengan sangat lebat selama tujuh hari tujuh malam. Petir menyambar silih berganti diiringi gemuruh guntur dan tiupan angin yang cukup kencang. Tak seorang pun penduduk Hulu Dusun yang berani keluar rumah, termasuk Petinggi Hulu Dusun dan istrinya.
Pada hari yang ketujuh, persediaan kayu bakar untuk keperluan memasak keluarga ini sudah habis. Untuk keluar rumah mereka tak berani karena cuaca yang sangat buruk. Akhirnya Petinggi memutuskan untuk mengambil salah satu kasau atap rumahnya untuk dijadikan kayu bakar.

Ketika Petinggi Hulu Dusun membelah kayu kasau, alangkah terkejutnya ia ketika melihat seekor ulat kecil sedang melingkar dan memandang kearahnya dengan matanya yang halus, seakan-akan minta dikasihani dan dipelihara. Pada saat ulat itu diambil Petinggi, keajaiban alam pun terjadi. Hujan yang tadinya lebat disertai guntur dan petir selama tujuh hari tujuh malam, seketika itu juga menjadi reda. Hari kembali cerah seperti sedia kala, dan sang surya pun telah menampakkan dirinya dibalik iringan awan putih. Seluruh penduduk Hulu Dusun bersyukur dan gembira atas perubahan cuaca ini.

Ulat kecil tadi dipelihara dengan baik oleh keluarga Petinggi Hulu Dusun. Babu Jaruma sangat rajin merawat dan memberikan makanan berupa daun-daun segar kepada ulat itu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, ulat itu membesar dengan cepat dan ternyata ia adalah seekor naga.
Suatu malam, Petinggi Hulu Dusun bermimpi bertemu seorang putri yang cantik jelita yang merupakan penjelmaan dari naga tersebut.

"Ayah dan bunda tak usah takut dengan ananda." kata sang putri, "Meskipun ananda sudah besar dan menakutkan orang di desa ini, izinkanlah ananda untuk pergi. Dan buatkanlah sebuah tangga agar dapat meluncur ke bawah."

Pagi harinya, Petinggi Hulu Dusun menceritakan mimpinya kepada sang istri. Mereka berdua lalu membuatkan sebuah tangga yang terbuat dari bambu. Ketika naga itu bergerak hendak turun, ia berkata dan suaranya persis seperti suara putri yang didengar dalam mimpi Petinggi semalam. 

"Bilamana ananda telah turun ke tanah, maka hendaknya ayah dan bunda mengikuti kemana saja ananda merayap. Disamping itu ananda minta agar ayahanda membakar wijen hitam serta taburi tubuh ananda dengan beras kuning. Jika ananda merayap sampai ke sungai dan telah masuk kedalam air, maka iringilah buih yang muncul di permukaan sungai."

Sang naga pun merayap menuruni tangga itu sampai ke tanah dan selanjutnya menuju ke sungai dengan diiringi oleh Petinggi dan isterinya. Setelah sampai di sungai, berenanglah sang naga berturut-turut 7 kali ke hulu dan 7 kali ke hilir dan kemudian berenang ke Tepian Batu. Di Tepian Batu, sang naga berenang ke kiri 3 kali dan ke kanan 3 kali dan akhirnya ia menyelam.

Di saat sang naga menyelam, timbullah angin topan yang dahsyat, air bergelombang, hujan, guntur dan petir bersahut-sahutan. Perahu yang ditumpangi petinggi pun didayung ke tepian. Kemudian seketika keadaan menjadi tenang kembali, matahari muncul kembali dengan disertai hujan rintik-rintik. Petinggi dan isterinya menjadi heran. Mereka mengamati permukaan sungai Mahakam, mencari-cari dimana sang naga berada.

Tiba-tiba mereka melihat permukaan sungai Mahakam dipenuhi dengan buih. Pelangi menumpukkan warna-warninya ke tempat buih yang meninggi di permukaan air tersebut. Babu Jaruma melihat seperti ada kumala yang bercahaya berkilau-kilauan. Mereka pun mendekati gelembung buih yang bercahaya tadi, dan alangkah terkejutnya mereka ketika melihat di gelembung buih itu terdapat seorang bayi perempuan sedang terbaring didalam sebuah gong. Gong itu kemudian meninggi dan tampaklah naga yang menghilang tadi sedang menjunjung gong tersebut. Semakin gong dan naga tadi meninggi naik ke atas permukaan air, nampaklah oleh mereka binatang aneh sedang menjunjung sang naga dan gong tersebut. Petinggi dan istrinya ketakutan melihat kemunculan binatang aneh yang tak lain adalah Lembu Swana, dengan segera petinggi mendayung perahunya ke tepian batu. 

Tak lama kemudian, perlahan-lahan Lembu Swana dan sang naga tenggelam ke dalam sungai, hingga akhirnya yang tertinggal hanyalah gong yang berisi bayi dari khayangan itu. Gong dan bayi itu segera diambil oleh Babu Jaruma dan dibawanya pulang. Petinggi dan istrinya sangat bahagia mendapat karunia berupa seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Bayi itu lalu dipelihara mereka, dan sesuai dengan mimpi yang ditujukan kepada mereka maka bayi itu diberi nama Puteri Karang Melenu. Bayi perempuan inilah kelak akan menjadi istri raja Kutai Kartanegara yang pertama, Aji Batara Agung Dewa Sakti.
Demikianlah mitologi Kutai mengenai asal mula Naga Erau yang menghantarkan Putri Junjung Buih atau Putri Karang Melenu, ibu suri dari raja-raja Kutai Kartanegara.